Indonesiaberdaulat.com, Jakarta – Baru-baru ini, beberapa dokter kulit di Indonesia mulai melaporkan keberadaan produk skincare ilegal yang beredar di platform e-commerce.
Produk-produk tersebut, yang sering mengandung bahan berbahaya seperti Hydroquinone, seharusnya hanya bisa dijual dengan resep dokter.
Namun, produk ini tetap tersedia secara bebas, mengancam kesehatan konsumen.
Langkah yang diambil para dokter tersebut dipandang sebagai upaya melindungi masyarakat dari risiko penggunaan produk ilegal.
Namun, kekhawatiran muncul terkait motivasi di balik tindakan ini. Beberapa dokter diketahui memiliki bisnis skincare pribadi, sehingga timbul spekulasi bahwa laporan ini mungkin dimaksudkan untuk mengurangi persaingan dari penjual produk ilegal.
Berbeda dengan konsep “No Viral, No Justice,” di mana orang mengangkat isu tanpa motivasi ekonomi, kasus ini bisa berdampak pada keuntungan bisnis bagi dokter yang melaporkan produk abal-abal.
Ini menimbulkan pertanyaan apakah tindakan tersebut murni demi kepentingan publik atau juga bertujuan untuk menguntungkan pihak pribadi.
Secara hukum, mempublikasikan produk tanpa menunggu hasil investigasi resmi dapat berpotensi melanggar Undang-Undang ITE, terutama dalam kasus pencemaran nama baik jika tidak ada bukti yang kuat.
BPOM sebagai otoritas resmi memiliki tanggung jawab untuk menyelidiki dan menindak produk berbahaya, bukan individu yang secara terbuka menuduh.
Agar dokter tidak perlu bertindak sendiri, pemerintah dan BPOM perlu bertindak lebih cepat dan tegas dalam memberantas produk ilegal.
Tindakan yang jelas dan transparan akan memastikan perlindungan bagi konsumen sekaligus menjaga prinsip keadilan bagi pelaku usaha kecil. (*)